01). Rintihan Sebuah Luka
Dari lubuk hati yang paling dalam, tergores sebuah cerita pahit,
yg di sebabkan oleh tajamnya arit bahasa mu.
Dari pori-pori ku,
menunjukan sebuah senyuman yg paling khas,
yg tak dapat di terka kabar yang sebenarnya.
Aku teiris,
aku terluka,
tapi tak di sadarkan oleh insan lain.
Aku hanya mau bernyanyi,
walaupun air mata ku terbendung,
walaupun hati ku pedih.
Tak ada artinya jika aku meneteskan air mata,
dan tak ada gunanya bila aku senandungkan irama tangisan,
biarlah hati ku yang membaca, dan instin ku yang menjelaskan.
Semu akan ada hari akhirnya,
semua akan menuju ke titik batasnya.
Dan di situlah senyum ku akan mewarnai hari-hari ku.
Karya: Paulo Soares Martins (Paresma D'aquinho)
02). Inspirasi hidup yang tak terlupakan
Dia yang malang nasibnya
Hidup di tengah-tengah kehidupan yang hiruk-pikuk
Di keramaian hutan belantara para manusia,
Di bawah kolom langit yang sama
Dan di atas planet yang sama.
Dia yang lugu dan rendah-hati,
Yang tak di kasihani oleh kesibukan orang-orang bermateri lux
Yang tak di kenali oleh kumban-kumban kelaparan
Yang mengais kehidupannya masing-masing di tengah kerumunan kaum berdasi
Tanpa melihat ke kiri dank e kanan.
Dia yang malang nasibnya
Namun serupa dengan semua insang,
Mempunyai hak hidup yang sama
dan hak kebahagian serupa yang mereka milik,
namun tak pernah memiliki secuil senyum kebahagian dia hati,
karena senyumnya hanyalah senyum tangisan dan ratapan.
Dia juga anak manusia dan citra Allah,
Pernah lahir dan akan mati seperti yang di alami semua ciptaan,
Namun tak pernah menerima uluran tangan dari semua yang berkelebihan
Karena selalu di sisikan oleh yang bermateri lux.
Dia hanya menjalani hidupnya yang Ada
Walau hanya sebatang kara di tengah hiruk-pikuknya dunia,
Di tengah semua orang yang tak punya ketajaman mata hati,
Di tengah semua insang yang memakai kacamata dari teknologi yang tinggi,
Sehinga lupa akan sesamanya yang tak pernah senyum dalam hidupnya.
Namun, dia selalu punya semangat,
Selalu punya esperit untuk maju dalam tangisan,
Melangkah dalam ratapan,
Untuk berjuang dengan kehidupan yang begitu menyedihkan,
Dan maju ke pangkuan kebahagian dengan hikmah penderitaannya.
Dia akan mengakhiri tangisannya dengan tangisan keberhasilan,
Karena di dalam deritanya
Tuhan mendengarkan ratapannya.
Dia akan menjadi mata bagi yang meratap dan mulut bagi yang menangis,
Dia akan menjadi kaki bagi yang pincang, dan telingga bagi yang Tuli.
Dia akan di sebut-sebut sebagai pejuang kaum papa,
Perintis kesamaan hak hidup dan hak untuk bahagia
antara kaum kapitalis dan kaum hina-dina,
Dan akan memperjuangkan keadilan demi semua yang tertindas oleh keadilan itu sendiri.
Braga, Portugal, 02 Februari 2011.
Penulis: Paulo Soares Martins (Anak perantau dari Timor-Leste tercinta)
Sem comentários:
Enviar um comentário
Muito obrigado